Syair untuk tugas bahasa.
Ini syair apa?
Saya tidak dapat membuatnya.
Tapi saya harus membuatnya.
Ibu guru yang kusayangi.
Kenapa harus nulis syair begini.
Parahnya lagi harus membuat sendiri.
Saya tidak bisa membuat tugas ini.
Saya ambil kertas.
Saya mencoba serius dan tegas.
Isi syair ini seperti ledakan kompor gas.
Tapi tak apa, dari pada copas.
Sebenarnya ini syair apa?
Saya mau bertanya.
Tapi pada siapa?
Tak mungkin pada lumba lumba.
Kacau sekali syair ini.
Gimana nasib nanti?
Pasti ibu guru membaca dengan jeli.
Bahwa beliau saya kibuli.
Ini bukan syair.
Syair itu bagaikan air.
Yang lembut mengalir.
Ini bagaikan tahu berlendir.
Sejujurnya, saya gak tau mau nulis apa.
Tapi ini tugas bahasa.
Dari guru bahasa.
Bahkan saya lapar untuk memikirkannya.
Saya tahu ini tak nyambung.
Karena syair ini pasti akan dicemplung.
Wahai abang odong odong.
Kalau engkau berkenan, bantulah inyong.
Entah kapan syair ini akan dikumpulkan.
Semoga saja tak jadi dikumpulkan.
Karena syair ini ingin saya telan.
Sebelumnya dikunyah pelan pelan.
Sudahlah, saya nyerah.
Saya udah gerah.
Bu, terserah.
Saya mengaku kalah.
Intinya, saya tidak bisa menulis syair.
Ini memang bukan syair.
Tapi saya paksain jadi syair.
Biar dapat nilai yang cair.
Saya bukan Aura Kasih.
Bukan juga bapaknya Ratih.
Siapa itu Ratih?
Entahlah, tapi, Sekian dan terimakasih.
Kan udah saya bilang, jangan dibaca. -_-
No comments:
Post a Comment